Tidak ada perbedaan prinsipil antara empat madzhab,
pendapat-pendapat mereka berdekatan karena kedekatan faktor historis (hubungan
antara murid dengan gurunya) disamping mereka semua masih berada dalam satu
kelompok ahli sunnah. 
Imam Syafi’I adalah murid dari Imam Malik sekaligus murid dari Abu Yusuf (pelanjut Imam Abu Hanifah), sedang Imam Ahmad bin Hambal adalah murid kesayangan Imam Syafi’i ketika berdomisili di Iraq. Meskipun demikian, masing-masing madzhab tetap mempunyai corak sendiri-sendiri yang dapat dibedakan satu dengan yang lainnya.
Imam Syafi’I adalah murid dari Imam Malik sekaligus murid dari Abu Yusuf (pelanjut Imam Abu Hanifah), sedang Imam Ahmad bin Hambal adalah murid kesayangan Imam Syafi’i ketika berdomisili di Iraq. Meskipun demikian, masing-masing madzhab tetap mempunyai corak sendiri-sendiri yang dapat dibedakan satu dengan yang lainnya.
A.     IMAM ABU HANIFAH
1.         Kehidupan Imam Abu
Hanifah
Abu
Hanifah merupakan imam pertama dari keempat imam  dan yang paling
dahulu lahir  juga wafatnya, ia mampu memeperoleh kedudukan yang
terhormat dalam masyarakat yang menghimpun factor-faktor positif dan
factor-faktor negative, sehingga tidak heran ia di juluki Imam A’zham (pemimpin
terbesar), ia juga dikenal sebagai fakih irak, dan imam Ar-Ra’y (Imam Aliran
Rasional)
Beliau
dilahirkan di kota Kuffah, pada tahun 80 H (699 M), beliau benama asli Nu’mam
bin Tsabit Bin Zhauth Bin Mah, ayah beliau keturunan bangsa persi ( Kabul
Afganistan) yang menetap di Kuffah, tsabit bapak dari abu hanifah lahir sebagai
seorang muslim dan diriwayatkan dia berasal dari bangsa anbar. Adapula ia mukim
di tirtmidz, ada lagi yang mengatakan ia bermukim di Nisa, bisa jadi ia
bermukim di tiap-tiap kota itu sementara waktu. Ia adaalah seorang pedagang
yang kaya dan taat beragama, sebagai mana ia pernah berttemu dengan ali bin Abi
Thalib, lalu sang imam mendoakan dan keturunananya dengan kebaikan dan
keberkahan.
2.      Pendidikan Imam abu
Hanifah
pada
masa abu hanifah terdapat empat sahabat, mereka adalah: Anas bin Malik,
Abdullah bin Abu Aufa, Sahl bin Sa’ad dan Abu Thufail, mereka adalah
sahabat-sahabta yang paling akhir wafat, namun abu Hanifah tidak Berguru kepada
mereka.
Mengapa
tidak berguru kepada mereka?, mungkin diantara mereka ada yang sudah wafat
sedang abu hanifah masih kecil, seperti Abdullah bin Aufa yang meninggal pada
tahun 87 hijriyah sehinggga umur abu hanifah pada waktu  itu baru 7
tahun, dan seperti abu Sahl bin Sa’ad yang wafat tahun 88 atau 91 hijriyah dan
umur Imam Hanafi baru berumur 11 tahun. Sementara Anas bin Malik wafat pada
tahun 90 atau 92 atau 95 hijriyah dank ala itu abu Hanifah berumur 15 tahun dan
belum mulai mencari ilmu, ketika itu beliau masih berdagang.
3.      Dasar-Dasar Istinbath
Mazhab Imam Abu Hanifah
Mazhab
abu Hanifah adalah gambaran yang hidup dan jelas bagi relevansi Hukum
Islam dengan tuntutan masyarakat, beliau mendasarkan mazhabnya pada :
a.       Al-Qur’an[3]: Alqur’an merupakan sumber pokok
huku islam sampai akhir zaman.
b.      Hadits:  Hadits
merupakan penjelas dari pada Al-Qur’an yang asih bersifat umum.
c.       Aqwalus shahabah (Ucapan
Para Sahabat): ucapan para sahbat menurut Imam hanafi itu sangat penting karena
menurut beliau para sahabat meupakan pembawa ajaran rasul setelah generasinya.
d.      Qiyas:
beliau akan menggunakan Qiyas apa bila tidak ditemukan dalam Nash Al-Qur’an,
Hadits, maupun Aqwalus shahabah.
e.        Istihsan: merupakan
kelanjutan dari Qiyas. Epnggunaan Ar-Ra’yu lebih menonjol lagi,istihsan menurut
bahasa adalah “menganggap lebih baik”, menurut  ulama Ushul Fiqh
Istihsan adalah meninggalkan ketentuan Qiyas yang jelas Illatnya untuk
mengamalkan Qiyas yang bersifat samar.
f.        Urf, beliaua
mengambil yang sudah diyakini dan dipercayai dan lari dalam kebutuhan srta
memeperhatikan muamalh manusia dan apa yang mendatangkan maslahat bagi mereka.
Beliau menggunakan segala urusan (bila tidak ditemukan dalam Al-Qur’an
,As-Sunnah dan Ijma’ atau Qiyas ), beliau akan menggunakan Istihsan, jika tidak
bisa digunakan dengan istihsan maka beliau kembalikan kepada Urf manusi
4.        Pendirian Imam Abu
Hanifah tentang Taqlid
Sebagai
seorang ulama, beliau tidak membenarkan seorang bertaklid buta[4]dengan beliau (tidak mengetahui
dasar/dalil yang digunakan). Begitu juga kepada para Ulama beliau menginginkan
seorang bersikap kritis dalam menerima fatwa dalam ajaran agama. Bahakan beliau
pernah berkata “Tidak Halal bagi seorang yang ating fatwa dengan
perkataanku, selam ia belum mengerti dari mana perkataanku”.
Dalam
mengistinbathkan hukum, beliau melihat terlebih dahulu kepada kitabullah, bila
tifdak ditemukan dilanjutkan kepada sunnah jika tidak ditemukan pula dalam
sunnah beliau melihat kepada perkataan para sahabat, lalu beliau menggunakan
jalan pikiran untuk mengambil pendapat mana yang sesuai dengan jala pikiran dan
ditiggal mana yang tidak sesuai.
B.       IMAM MALIK
1.        Kehidupan Imam Malik
Imam
malik dilahirkan dikota Dzu Al-muruwah di selatan kota madinah, lalu pindah ke
aqiq dan kemudian pindah ke madinah, menurut riwayat beliau dilahirkan
diamdinah pada tahun 93 H, namun ada yang mengatakan pula pada tahun 91 H,94 H,
95 H, 96 H, bahkan ada pula yang mengatakan tahun 97 H. diriwayatkan ibunya
mengandung beliau selama dua tahun, ada lagi yang mengatakan tiga tahun, beliau
bernama asli malik bin Anas bin Malik bin Abu amir bin amr bin ghaimah bin
Khutsail bin amr bi Harits ia termasuk bani taim bin Murrah.
Kakek
keduanya, abu Amir bin Amr adalah seorang sahabat Rasulullah SAW, sedangkan
kakek pertamanya, malik bin Abu Amir adalah salah satu tokoh Tabi’in.
2.        Pendidikan Imam Malik
Imam
Malik berguru kepada banyak guru diantaranya adalah Abdurrahman ibnu hurmuz,
Rabi’ah bi Abdurrahman Farrukh, ati’ budak Abdullah bin Umar, Ja’far bin
Muhammad Baqir, Muhammad bin Muslim Az-Zuhri, Abdurrahman Dzakwan, Yahya bin
Sa’id Al-Anshari, Abu hazim Salamah bin Dinar, dan guru-gurunya yang lain dari
kalangan tabi’in, seperti yang di ungkapkan oleh An-Nawawi.
Imam
malik menurut riwayat An-Nawawi bahwa imam Malik berguru kepada pada 900 guru,
300 dari kalangan tabi’in, dan 600 dari kalangan tabi’it tabi’in yang terdiri
dari ulama yang ia pilih, ia akui agamanya, fiqihnya, pemenuhan kewajiban
periwayatan dan syarat-syaratnya, serta ia percaya.
3.        Dasar-Dasar Istinbath
Mazhab Imam Malik
Mazhab
Imam Malik adalah sebagai berikut:
a.         Al-qur’an: Al-Qur’an merupakan
sumber utama dan pertama dalam pengambilan hukum. Karena Al-Qur’an adalah
perkataan Allah yang merupakan petunjuk kepada ummat manusia dan diwajibkan
untuk berpegangan kepada Al-Qur’an.
b.         Sunnah rasul yang beliau pandang
sah.
c.         Ijma’ para Ulama Madinah, tetapi
beliau kadang-kadang menolak hadits apabila nyata-nyata berlawanan atau tidak
diamalkan oleh para ulama madinah.
d.         Qiyas : Qiyas menurut bahasanya
berarti mengukur, secara etimologi kata itu berasal dari kata Qasa. Yang
disebut Qiyas ialah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum
karena adanya sebab yang antara keduanya.
e.          Mashalihul Mursalah[5] (Istislah): Maslahah mursalah menurut lughat
terdiri atas dua kata, yaitu maslahah dan mursalah.
Katamursalah berasal dari kata bahasa arab   sholaha- yasluhu
 menjadi  sholhan atau mashlahatan  yang berarti sesuatu yang
mendatangkan kebaikan, sedangkan kata mursalah berasal  dari kata kerja
yang ditafsirkan sehingga menjadi isim maf’ul, yaitu:  arsala- yursilu-
irsalan- mursalan  yang berarti diutus, dikirim atau dipakai
(dipergunakan). Perpaduan dua kata menjadi “maslahah mursalah” yang
berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu
hukum islam, juga dapat berarti suatu perbuatan yang mengandung nilai baik
(manfaat).
4.      Pendirian Imam
Malik  tentang Taqlid
Imam
Malik, imam penduduk Madinah, berkata :
Sesungguhnya
saya adalah manusia biasa, yang dapat salah dan dapat juga benar. maka
perhatikan secara kritis pendapatku. Jika sesuai dengan kitab dan Sunnah
ambillah, dan setiap pendapat yang tidak sesuai dengan kitab dan Sunnah
tinggalkanlah.
Setiap orang sesudah Nabi dapat diambil ucapannya dan dapat pula ditinggalkan, kecuali, Nabi Muhammad Shallahu alaihi wa sallam.
Setiap orang sesudah Nabi dapat diambil ucapannya dan dapat pula ditinggalkan, kecuali, Nabi Muhammad Shallahu alaihi wa sallam.
C.       IMAM AS-SYAFI’I
1.        Kehidupan Imam Syafi’i
Syafi’I
lahir di Gaza, palestina pada tahun 150 Hijriyah inilah pendapat paling masyhur
dikalangan ulama namun ada juga riwayat ynag mengatakan bahwa imam syafi’I
lahir di daerah Asqalan, sebuah daerah yang berjarak kuarang lebih tiga Fasakh
(8KM) dari Gaza dan sejauh dua atau tiga marhala[6], dari Baitul maqdis, bahka ada juga yang
mengatakan bahwa beliau dilahirkan di Yaman. Namun menurut An-Nawawi “pendapat
paling masyhur yang dipegang oleh jumhur ulama bahwa imam Syafi’I lahir di
Gaza”
Nama
lengkap beliau adalah: Abu Abdullah bin Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman
bin Syafi’I bin Sa’id bin Ubaid bin abu Yazid bin Hasyim bin Muthalib bin Abdu
Manaf, nasabnya samapai kepada rasulullah saw, pada kakeknya Abdu Manaf, oleh
karena itu ia dikatakan tentang Syafi’I, “cucu sepupu Nabi saw”.
2.        Pendididkan Imam
Syafi’I
Imam
Syafi’I hafal Al-qur’an ketika umurnya masih belia, kemudian beliau juga
menghafal hadist dan berhasil menghafalnya, ubeliau sangat ertarik kepada
kaidah-kaidah Arab dan kalimat-kalimtnya, demi hal itu ia pergi ke pedalaman
dan tinggal bersama kabilah Hudzail sekitar sepuluh tahun.
Pertama
beliau berguru kepada Syaikhnya, Muslim Khalid Az-Zinzi dan imam-imam makkah
lainnya lalu belia pergi ke Madinah kala berusia 13 tahun, ia tetap berguru
kepada malik hingga ia wafat.
Diantara
guru-guru syafi’I di makkah antara lain: Muslim bin Khalid Az-Zinzi, Sufyan bin
Umayah, Sa’id bin Salim Al-Qidah, Daud bin Abdurrhaman Al-Athar, dan Abdul
Hamid bin Abdul Aziz bin Abu Daud.
Dan
diantara guru-gurunya di Madinah antara lain: Malik bin Anas (Imam Malik),
Ibrahim bin Sa’ad Al-Anshari, Abdul Aziz bin Muhammad Ad-darawardi, Ibrahim bin
Yahya Al-asami, Muhammad bin Sa’id bin Abdu Fadik, dan Abdullah bin Nafi
Ash-Shaigh.
3.        Dasar-Dasar Mazhab
Imam Syafi’I
Mazhab
Imam adalah sebagai berikut:
a.         Al-qur’an: Alqur’an merupakan
sumber pokok huku islam sampai akhir zaman.
b.        Hadits; Sumber kedua dalam menentukan
hukum ialah sunnah Rasulullah ٍSAW. Karena
Rasulullah yang berhak menjelaskan dan menafsirkan Al-Qur’an, maka As-Sunnah
menduduki tempat kedua setelah Al-Qur’an
c.         Ijma’ Yang disebut Ijma’ ialah
kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Karena pada masa hidupnya Nabi Muhammad SAW seluruh persoalan hukum kembali
kepada Beliau. Setelah wafatnya Nabi maka hukum dikembalikan kepada para
sahabatnya dan para Mujtahid.
d.                       Qiyas 
e.         Istishab;[7] Istishhab secara bahasa adalah
menyertakan, membawa serta dan tidak melepaskan sesuatu.[8]
4.      Pendirian Imam
Syafi’I terhadap Taqlid
Beliuselalu
member peringatan terhadap murid-muridnya agar tidak begitu saja menerima
apa-apa yang disampaikan oleh beliau samapikan dalam masalah agama, yang tidak
ada nashnya dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Diantara
nasiat beliau tentang talid buta, beliau pernah berkata kepada muridnya yaitu
Imam Ar-Rabi : “Ya Abi Ishak, janganlah engkau bertaklid kepadaku, dalam
tiap-tiap yang apa aku atinga, dan pikirkanlah benar-benar bagi dirimu sendiri
karena ia adalah urusan agama”.
Dari
pernyataan tersebut di atas kiranya cukup jelas pendapat imam Syafi’I tentang
taklid buta sungguh beliau melarang taklid buta kepada beliau dan kepada para
ulama lainnya dalam urusan hokum-hukum agama.
D.      IMAM IBNU HANBAL
1.        Kehidupan Ibnu Hanbal
Ibnu
hanbal lahir pada tahun 164 hijriyah di Baghdad setelah ibunya membawanya
pindah keyika ia masih dalam kandungan dari kota marwa tempat tinngal ayahnya
kekota bagdad.
Ia
adalah Abu aabdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris
bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasit bin Mazin bin
Syaiban Al-Marwazi lalu Al-Baghdadi, nasab ibnu hanbal sampai kepada rasulullah
saw, pada Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
Penisbatan
Inbu Hanbal yang terkenal adalah kepada kakeknya Hanbal, maka orang-orang
mengatakan Ibnu Hanbal.
2.        Pendidikan Ibnu
Hanbal
Ibnu
Hanbal hafal Al-Qur’anul Karim, mempelajari Ilmu Bahsa, dan belajar membaca dan
menulis di diwan (tempat belajar dan menulis). Ibnu Hanbal pertama kali belajar
kepada Abu yusuf Ya’kub bin Ibrahim Al-Qadhi, murid abu hanifah kepadanya ia
belajar hadist dan fiqih, karenanya Abu Yusuf dikenal sebagai guru pertama Ibnu
Hanbal.
Namun
pengaruh Abu Yusuf tidak begitu kuat tertanam dalam jiwa Ibnu Hanbal sehingga
ada yang berpendapat bahwaa Abu Yusuf bukan guru pertamanya. Sementara guru
pertamanya adalah Hasyim bin Basyir bin Kazim Al-Wasiti, karena ia adalahguru
yang palin kuat pengaruhnya kepada Inbu Hanbal, Ibnu Hnbal berguru kepadanya
selama empat tahun.
Disela-sela
berguru kepada Hasyim, Ibnu  Hanbal juga berguru kepada Umair bin
Abdullah bin Khalid, Abdurrahman bin Mahdi, dan Abu bakar bin Iyasy. Imam
Syafi’I adalah salah satu guru dari Ibnu Hanbal, bahkan ada yang mneganggap
bahwa Syafi’I merupakan guru kedua dari ibnu hanbal setelah Hasyim. Muhammad
bin ishaq bi Khuzaimah mangatakan “Ahmad bin Hanbal tidak lain hanyalah
merupakan salah satu pelayan Syafi’I”. ia juga berguru kepada Ibrahim
bin Sa’ad, Yahya Al-Qathan, Waki’ juga berguru kepada Sufyan bin Uyainah
(pengganti Imam Malik).
3.        Dasar-Dasar Mazhab
Imam Ibnu Hanbal
Mazhab
Imam Ibnu Hanbal adalah sebagai berikut:
a.         Al-qur’an dan Hadits:
yakni beliau jika telah mnemukan nahs dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits maka
beliau tidak memperhatikan dalil-dalil yang lain dan juga kepada pendapat para
sahabat yang menyalahinya.
b.         Fatwa Shahaby:
yaitu ketika beliau tidak mendapatkan nash dan beliau  mendapati
suatu pendapat yang tidak diketahuinya bahwa hal itu ada yang menentangnya,
maka beliau berpegang kepada pendapat ini, dengan tidak memenadang bahwa
pendapat itu merupakan ijma’.
c.         Pendapat Sebagian
Sahabat yaitu mengambil pendapat yang lebih dekat kepada
Al-Qur’an dan As-Sunnah, terrkadang beliau tidak memberikan fatwa jika tidk
memperoleh Pentarjih atas suatu pendapat.
d.         Hadits Mursal atau
Da’if: Mursal menurut bahasa merupakan
isim maf’ul yang berarti dilepaskan. Sedangkan hadits mursal menurut istilah
adalah hadits yang gugur perawi dari sanadnya setelah tabi’in. Seperti bila
seorang tabi’in mengatakan,”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda
begini atau berbuat begini”.
e.         Qiyas:
akan dipakai jika benar-benar tidak ada ketentuan-ketentuan hukumnya dari poin
a-d tersebutd di atas, namun Qiyas ini mendapat posisi yang kecil dalam
penentuan Hukum (pada masa tersebut), namun tidak menutup kemunkinan Qiyas akan
menjadi penting di masa yang akan datang.
4.        Pendirian Imam Ibnu
Hanbal terhadap taklid
Imam
Ibnu Hanbal merupakan seorang ahli sunnah dan ahli Atsar, dan beliau sangat
keras terhadap penggunaan ra’yu, maka demikian Imam Ibnu Hanbal pailng keras
terhadap taqlid buta dan orang yang bertaqlid terhadap urusan agama. Pendirian
beliau yang seperti itu dapat dibuktikan dengan ucapannya yang beliau sampaikan
kepada salah atu muridnya seperti Imam Abu Dawud pernah mendengar bahwa Imam
Ibnu Hanbal Berkata “janganlah engkau bertaqlid kepada saya, Imam Malik, Imam
Syafi’I, dan janganlah pula kepada Tsauri tetapi ambillah olehmu darimana
mereka Itu mengambil”. Dari perkataan beliau, jelas ras terhadap beliau
melarang keras terahadap taqlid, dan beliau memerinntahkan supaya orang mengambil
segala sesuatu dari sumbber yang telah mereka ambil (para Imam)
sumber :http://tajussobirien.blogspot.com/p/pola-pola-dasar-istinbath-hukum-empat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar