
Antara Bencana dan Prinsip Bangsa Jepang Menatap Masa Depan
REP | 16 March 2011 | 12:50
Dibaca: 910
Komentar: 13
5 dari 6 Kompasianer menilai inspiratif
Tulisan ini penulis buat berawal dari melihatnya
tayangan televisi Jepang hari selasa malam (15/3), tentang seorang
nenek tua berumur 86 tahun yang menyanyikan sebuah lagu yang penulis
tidak ketahui judul dan apakah benar-benar lagu itu ada dan terkenal
di masa lalu.
Nenek renta yang selamat dari amukan bencana gempa bumi dan tsunami di
prefecture Miyagi Jepang tersebut sambil menyanyi lagu dengan suara
mengalun-alun, menatap lautan luas yang sudah tenang setelah galak
kepada dirinya dan banyak penduduk sehingga menghilangkan dan menewaskan
puluhan ribu jiwa.
Awalan yang seperti itu disambung dengan tulisan di harian Kompas hari
ini (16/3) tentang bencana Jepang dengan judul “Ketangguhan Jepang
Memukau Dunia” dengan menampilkan sebuah foto seorang ibu muda
mengendong anaknya sambil memasak untuk keluarganya di depan reruntuhan
rumahnya.
Dengan melihat dua kisah tersebut memang bisa penulis rasakan sebelum
memukau dunia, pasti akan terlebih dahulu memukau hati-hati manusia
yang menyaksikannya, siapapun mereka.
Nenek tua yang sebelumnya menyanyikan lagunya itu selanjutnya berjala
di tepi laut dengan raut muka yang ceria sambil melihat pemandangan
laut yang sudah tenang sambil memandang juga reruntuhan rumah-rumah di
atas tanah bekas desanya.
Seperi yang dibaca penduduk dunia sampai detik ini, bahwa Jepang telah
dan sedang diguncang tiga bencana besar sekaligus, yaitu gempa,
tsunami, dan ancaman nuklir. Suatu bencana yang luar biasa yang sungguh
menguras perasaan dan tenaga untuk mengatasi dampaknya.
Di dalam harian Kompas hari ini, yang judulnya telah penulis sebutkan
di atas menuliskan bahwa ketangguhan Jepang menghadapi tekanan tiga
bencana besar sekaligus tersebut telah memukau dunia. Reputasi
internasional Jepang sebagai negara kuat mendapat pujian luas. Tak
adanya penjarahan menguatkan citra “bangsa beradab”.
Pemerintah Jepang, Selasa (15/3), terus memacu proses evakuasi dan
distribusi bantuan ke daerah bencana yang belum terjangkau sebelumnya.
Seluruh kekuatan dan sumber dayanya dikerahkan maksimal ke Jepang timur
laut, daerah yang terparah dilanda tsunami.
Jepang lalu mengabarkan drama amuk alam yang menyebabkan lebih dari
10.000 orang tewas dan 10.000 orang hilang itu ke seluruh dunia. Meski
sempat panik, Jepang dengan cepat bangkit, mengerahkan seluruh
kekuatannya, mulai dari tentara, kapal, hingga pesawat terbang. Jumlah
tentara dinaikkan dua kali lipat dari 51.000 personel menjadi 100.000
personel. Sebanyak 145 dari 170 rumah sakit di seluruh daerah bencana
beroperasi penuh.
Sekalipun kelaparan dan krisis air bersih mendera jutaan orang di
sepanjang ribuan kilometer pantai timur Pulau Honshu dan pulau lain di
Jepang, para korban sabar dan tertib menanti distribusi logistik.
Hingga hari keempat pasca bencana, Selasa (15/3), tidak terdengar aksi
penjarahan dan tindakan tercela lainnya.
Menghadapi kebutuhan akan dana rekonstruksi skala besar, Jepang masih menimbang tawaran internasional.
Membaca apresiasi atau penilaian masyarakat dunia tentang segi positif
bangsa dan pemerintah Jepang menghadapi bencana dengan ketabahan dan
kesiapan tersebut penulis rasanya ingin sekali membahas mengenai
prinsip bangsa Jepang menatap ke depan khususnya yang berhubungan
dengan bencana-bencana yang telah menimpanya.
Di Jepang, hampir semua orang tahu dengan prinsip atau kata-kata
“maemuki” yang artinya “Menatap Ke Depan”. Arti kata menatap ke depan
ini berarti bisa disamakan dengan menatap masa depan dengan tidak
terlalu menyesali hal buruk yang telah menimpanya, karena hanya itulah
satu-satunya cara untuk mencapai kebaikan dan kemajuan.
Ada lagi kata-kata penyemangat yang selalu diucapkan dalam usaha keras
bangsa Jepang yaitu “Gambaru shika nai” yang berarti “hanya bisa dengan
berusaha”. Kata motivasi luar biasa itu sering diucapkan kepada kawan,
saudara maupun teman kerja untuk bangkit dari keterpurukan hidup yang
ujud katanya bisa menjadi “gambatte kudasai” berarti “berusahalah” atau
“gambarimashoo” yang artinya “mari berusaha”.
Kata-kata tersebut diatas, di Jepang kelihatannya sepele sekali bila
didengar tetapi akan menjadi hal yang sangat luar bisa bila diucapkan
terus menerus setiap saat kepada siapapun dari masa anak-anak sampai
dengan nenek-nenek seperti halnya nenek renta tadi yang menyanyikan
sebuah lagu sambil menatap laut yang tenang setelah menampakkan
murkanya. Hal ini telah terwujud di Jepang saat ini dalam menghadapi 3
bencana besar sekaligus.
Penulis bisa gambarkan lagi di Jepang, kebanyakan orang Jepang malu
mendapatkan bantuan dari orang lain atau pihak lain dalam setiap
kegiatan hidupnya walau hal itu terkadang dianggap hal biasa oleh
bangsa Indonesia, misalnya bila dibantu membawakan barang yang berat,
dijemput dan lainnya. Pada prinsipnya budaya mereka mengajarkan untuk
tidak merepotkan orang atau pihak lain dalam hidupnya, dan bila bisa
melakukan hal itu dianggap suatu hidup mandiri yang baik dan terpuji.
Prinsip dalam budaya seperti itulah yang mempengaruhi sikap para
pimpinan negara Jepang yang sangat tangguh menghadap masalah kehidupan
seperti bencana gila yang melanda akhir-akhir ini dan sulitnya
pemerintah Jepang menerima uluran tangan dari pihak International
sebelum benar-benar mengerahkan tenaganya sampa habis keringatnya juga.
Hal di atas bisa penulis tambahkan bahwa pemerintah Jepang dalam
menghimbau seluruh rakyatnya untuk bersama-sama mengatasi keadaan
darurat di negerinya seperti pada saat ini selalu mengatakan dan
berharap memikirkan dan melakukan “dekiru koto” yang artinya “apa yang
kita bisa”. Hal ini dalam rangka membangkitkan akan kepercayaan dan
kemampuan diri manusia termasuk bangsa Jepang yang sebenarnya mampu
mengatasi segala masalah jika berusaha benar-benar.
Seperti yang ditulis lagi dalam harian Kompas hari ini bahwa masih
terlalu dini untuk memprediksi apakah pemerintah Jepang berhasil
memulihkan keadaan dan ekonominya setelah bencana, tetapi dilihat dari
jauh, rakyat Jepang memperlihatkan ketabahan saat krisis. Hal ini telah
dan akan berbicara banyak soal Jepang yang sangat serius memikirkan
kehidupan dan kemanusiaan masa lalu, saat ini dan pastinya di masa
depan.
Salam dari Jepang yang sedang berduka
Gambarimashoo
TERVERIFIKASI
Dari Negeri Sakura berusaha menghapus segala
unsur kesedihan, bahaya dan kotor demi kehidupan yang lebih berarti.
Suka bepergian kemana suka demi semburan nafas yang dahsyat dan sebuah
semangat kehidupan...Menulis dan membagi pengalaman untuk bangsa!