Di kaki Gunung Fuji, Jepang terdapat sebuah hutan seluas 32 kilometer persegi. Hutan itu bernama Aokigahara.Kawasan hutan lindung Aokigahara di Jepang selama ini terkenal dengan dua hal. Pertama, hutan di sebelah barat Ibukota Tokyo ini menyajikan pemandangan Gunung Fuji yang indah dengan udara yang menyegarkan. Saking lebatnya, hutan itu dijuluki “lautan pohon”. Hutan Aokigahara memiliki bebatuan yang indah dan gua-gua es yang beberapa diantaranya jadi destinasi wisata populer. Namun, bukan itu yang paling menarik dari hutan itu. Tapi, adanya fakta bahwa Hutan Aokigahara adalah tempat populer untuk bunuh diri. hal itu yang membuat hutan ini menyajikan suasana angker. Konon, tak sedikit mayat orang-orang yang bunuh diri di sana tak lagi ditemukan
Popularitas Hutan Aokigahara menjadi tempat bunuh diri diperkuat sebuah novel top Koroi Jukai karya Seicho Matsumoto. Novel yang terbit 1960 menceritakan tentang dua orang yang dimabuk cinta berkomitmen menakhiri nyawa demi cinta di hutan tersebut. Namun, sejarah Aokigahara sebagai tempat bunuh diri jauh sebelum novel itu beredar. Aura kematian sudah lama tercium dari hutan tersebut. Ritual ubasute, menyepi hingga ajal, dilakukan di hutan itu sejak abad ke 19.
Aokigahara bahkan disebut-sebut punya kaitan historis dengan setan atau hantu dalam mitologi Jepang. Sejak tahun 1950, lebih dari 500 orang mengakhiri nyawanya di hutan ini, atau rata-rata 30 orang tiap tahun.
Pada tahun 2002, 78 mayat ditemukan gantung diri dan membusuk di hutan ini. Jumlah itu mengalahkan rekor sebelumnya, yakni 73 mayat pada 1998. Pada 2003, jumlah bunuh diri naik menjadi 100. Di tahun itulah pemerintah jepang memutuskan menutup rapat-rapat informasi jumlah orang bunuh diri, untuk menurunkan popularitas Aokigahara sebagai lokasi bunuh diri.
Tulang belulang yang berserakan
dari orang yang bunuh diri di hutan Aokigahara
Tingginya angka bunuh diri memicu pemerintah memasang papan imbauan larangan
bunuh diri. Sejak tahun 1970, dibentuk tim yang terdiri dari polisi, relawan,
dan jurnalis yang bertugas menyusur hutan mencari mayat-mayat. Namun, kerja tim
tersebut kalah berat ketimbang pekerja hutan. Merekalah yang bertugas membawa
mayat dari hutan ke pos penjagaan hutan.Tubuh mayat yang kadang sudah membusuk diletakkan di kamar khusus untuk para korban bunuh diri. Para pekerja itu kemudian melakukan undian, siapa yang kalah akan diberi tugas khusus yaitu tidur di ruangan bersama jenazah. Sebab jika jenazah ditinggalkan sendirian, diyakini akan berakibat buruk. Arwah penasaran jenazah itu yang disebut yurei akan menjerit-jerit sepanjang malam. Tak hanya itu, jenazah itu akan berpindah dengan sendirinya.
Segala upaya dilakukan untuk menghentikan bunuh diri di Hutan Aokigahara. Salah satunya memasang CCTV dan melacak orang yang akan menuju hutan angker tersebut. “Terutama di Bulan Maret, akhir tahun fiskal. Lebih banyak orang datang ke Aokigahara karena buruknya kondisi ekonomi”. kata pegawai pemerintahan Prefektur Yamanashi, Imasa Watanabe
.
Menurut data pemerintah Jepang,
seperti dikutip CNN, di bulan Januari 2009 tercatat 2.645 kasus bunuh diri.
Artinya, naik 15 persen dari periode yang sama tahun 2008, saat itu hanya 2.305
kasus. Pemerintah Jepang mengaku bahwa bunuh diri sudah menjadi prioritas utama
yang harus diatasi. Bahkan, pemerintah bertekad akan mengurangi tingkat bunuh
diri lebih dari 20 persen pada tahun 2016.
Masalahnya, upaya mengurangi bunuh
diri saat ini menghadapi tantangan berat. Itu karena di tengah krisis keuangan
global, banyak perusahaan jatuh bangkrut atau sedang sekarat sehingga harus
menerapkan PHK atas pekerja-pekerja seperti Taro. Maka, pihak berwenang berupaya
memperketat pengawasan di sekolah-sekolah maupun tempat-tempat kerja yang
menjadi lokasi bunuh diri. Mungkin yang lebih penting adalah sering-sering
berpatroli di Hutan Aokigahara supaya tidak lagi didatangi orang-orang yang mau
mengakhiri hidupnya.
“Apalagi bulan Maret ini merupakan
akhir tahun anggaran. Bisa jadi makin banyak orang yang datang ke tempat ini
karena krisis ekonomi,” kata Imasa Watanabe, pejabat Prefektur (setingkat
provinsi) Yamanashi yang menguasai Hutan Aokigahara. “Maka saya bercita-cita
menghentikan bunuh diri di hutan ini. Namun sulit untuk mencegah semua kasus
ini,” kata Watanabe
Popularitas Hutan Aokigahara kembali mencuat setelah rilis film Jyukai, Lautan
pohon di balik Gunung Fuji, karya sutradara Takimoto Tomoyuki. Film itu
bercerita tentang empat orang yang memutuskan mengakhiri hidupnya di
Aokigahara. Sutradara Takimoto sesumbar menemukan uang US$ 3.760 di sebuah
dompet yang diduga milik orang yang bunuh diri.Pernyataan Takimoto memicu rumor bahwa Aokigahara adalah “surga” bagi para pemulung yang memunguti harta tertinggal milik korban bunuh diri. Apalagi, beberapa orang mengklaim menemukan kartu kredit, tiket kereta api berlangganan, dan surat izin mengemudi milik si mati.
Pada Maret 2009, kantor berita CNN memberitakan Hutan Aokigahara. Dalam berita tersebut, Aokigahara disebut sebagai tujuan bagi orang-orang yang tertekan dan tidak kuat menanggung realita hidup.
Angka kematian akibat bunuh diri di negara matahari terbit ini memang luar biasa, terutama saat kondisi ekonomi mengalami penurunan. Ada 2.645 kasus bunuh diri tercatat pada bulan Januari 2009, naik 15 persen dari 2.305 pada Januari 2008. Paling banyak adalah kelas pekerja. [Sumber: Vivanews]
Tempat Favorit Untuk Bunuh Diri Di Jepang
.
Seorang pria bernama Taro nyaris
menjadi “penghuni baru” Aokigahara. Menjadi korban PHK (pemutusan hubungan
kerja) di suatu pabrik baja, Taro merasa hidup tak lagi berarti “Keinginan
untuk hidup telah pupus,” kata Taro seperti dikutip stasiun televisi CNN. “Saya
sudah kehilangan jati diri sehingga tak mau lagi berada di dunia ini. Oleh
karena itulah saya ke sana,” lanjut pria berusia 46 tahun itu, yang enggan
menyebutkan nama lengkapnya
Sudah kehilangan pekerjaan, utang yang harus ditanggung Taro juga menumpuk. Dia pun diusir dari wisma milik perusahaan yang memecatnya. “Kita kan perlu uang untuk terus hidup. Kalau punya pacar, kita juga butuh uang, apalagi kalau sudah menikah. Pokoknya uang itu selalu penting seumur hidup,” kata Taro. Itulah sebabnya, suatu hari dia membeli tiket kereta dari Tokyo menuju kawasan hutan Aokigahara. Sesampai di sana, Taro tak ragu mengiris urat nadi di ujung pergelangan salah satu tangannya.
Malang bagi Taro, bunuh diri itu tak
membuat dia langsung tewas. Selama berhari-hari dia terkapar di semak-semak
sambil menderita kelaparan, dehidrasi dan radang dingin (frostbite). Maut tak
kunjung menjemput, malah nyawa Taro berhasil diselamatkan. Itu berkat seorang
penjelajah (hiker) yang tak sengaja tersandung badan Taro ketika sedang
menikmati perjalanan di hutan Aokigahara. Kendati tak jadi mati, Taro bakal
kehilangan sejumlah jari di kaki kanannya akibat menderita radang dingin. Tak
jelas, sembari terbaring lemah di rumah sakit apakah Taro sesudah sembuh nanti
akan tetap berusaha mengakhiri hidupnya atau malah kapok bunuh diri.
Kisah Taro itu membuktikan bahwa
Hutan Aokigahara lagi-lagi dikunjungi oleh orang yang sudah merasa tak lagi
punya harapan hidup. Tingkat bunuh diri tertinggi di Jepang justru berasal dari
kawasan hutan itu, yang juga dikenal dengan sebutan “Lautan Pohon.” Jepang
sendiri sudah dikenal sebagai negara yang memiliki tingkat bunuh diri tertinggi
di dunia. Dikhawatirkan, saat krisis keuangan global sudah menjarah ke Jepang,
tingkat bunuh diri di Negeri Sakura itu bisa-bisa bertambah.
Ada cerita seram yang mengiringi
juga. Sifat dari tempat ini sangat sepi dan Anda tidak akan mendengar apa pun
kecuali hutan ketika Anda berjalan beberapa kilometer dari perbatasan. Diyakini
bahwa jiwa-jiwa resah datang ke tempat ini untuk menjerit frustrasi ke dalam
angin. Para rimbawan memiliki tugas mencari mayat di hutan ini dan mereka
sering menemukannya, baik tergantung di pohon atau dimakan predator.
Sumber:
http://mrcoppas.blogspot.com/2011/08/tempat-paling-sering-untuk-bunuh-diri.html
 text is taken from okebanget.net







Tidak ada komentar:
Posting Komentar